Kamis, 23 Maret 2017

Review Buku "Damar Wulan"



Daripada saya didera penasaran dan akhirnya masuk dalam mimpi, wih  ga asik juga dong mimpi tentang perpecahan majapahit, iya kalau mimpi tentang Damarwulannya klo mimpi tentang peperangannya?? Big no!. Ini gegara saya nya iseng dolan ke perpus sebelum liburan sekolah nah nemuin buku tentang kisah majapahit, mengingat saya paling demen dengan cerita-cerita sejarah yang berbau kerajaan-kerjaan gitu mulai kisah Ramayana, mahabarata, ken arok dll maka saya pun ga melewatkan salah satu karya Zhaenal Fanani ini. Rencananya mo dibaca saat liburan ternyata ada hal lain yang menyebabkan saya tidak bisa membacanya jadinya baru dibaca setelah liburan usai. Oke langsung cuz kecerita. Ingat ya guys ini murni pendapat saya tentang buku ini, artinya saya menulis review ini bukan berdasarkan review dari blog lain karena saya juga belum lihat review review dari tetangga sebelah kalau ada salah-salah sebelumnya mohon dimaafin.
Dimulai dari cover, kadang kita sering mendengar ada pernyataan jangan menilai isi buku dari covernya, tapi klo buku itu disegel kita kan hanya bisa melihat cover serta membaca synopsis yang terdapat dalam cover, klo dari cover sudah ga menarik pasti mo lihat isinya juga sedikit malas, itu kalo saya hehe.. Dari cover saya menilai sangat bagus ada gambar mahkota warna gold dengan background warna hitam dan langit jingga dengan siluet peperangan dua pasukan, itu sudah sangat representative sekali untuk menggambarkan isinya. Pasti keren,  itu yang terlintas dalam pemikiran saya. Nah sekarang kita masuk ke gaya penulisan (anggap saya orang ahli bahasa hahaha…padahal nulis di blog aja sangat berlepotan tata bahasa saya, mohon ijin kepada para ahli bahasa ya..)
Dari bab satu saya sudah dibuat terpana dengan gaya penulisannya, sangat tertata apik dan indah. Saat penulis mendiskripsikan suasana maka pembacanya seakan bisa ikut serta merasakan suasana tersebut, selain itu buku tersebut membuat orang mengenal beberapa sebutan jabatan yang digunakan orang jaman dahulu  kalau sekarang kayak menteri-menteri dan panglima gitu deh…kalau dulu ada Mahapatih yang dibantu oleh beberapa senopati dibawah senopati ada bekel dibawah bekel ada lurah prajurit. Selain itu juga ada panggilan Bhre / Bhatara (bukan bro lho ya…) yaitu suatu gelar yang diberikan kepada kerabat bangsawan sesuai dengan daerah kekuasaannya.  Begitu seterusnya sampai bab terakhir gaya penulisannya tetap indah menurut saya, akan tetapi saya menyayangkan beberapa part yang alurnya sedikit tergesa-gesa. Mungkin karena saya menikmati dari setiap alur sehingga merasa sangat sayang jika ceritanya disingkat.
Untuk isi, penulis akan mengajak kita berfikir keras tentang silsilah kerajaan karena pernikahakan antar kerabat itu sudah sangat biasa terjadi di kerjaan kerjaan tersebut sehingga membuat silsilahnya menjadi ruwet menurut saya, percaya atau tidak saya sampai membuat pohon silsilah untuk bisa menterjemahkan siapa anak siapa keturunan siapa. Contohnya seperti ini Prabu Dyah Hayam Wuruk dengan permaisuri Sri Sudewi Padukasori memiliki putri yang bernama Dyah Kusuma Wardani, Nah dari selirnya Hayam Wuruk juga memiliki anak laki-laki yang bernama Whirabumi yang kemudian diangkat anak oleh bibi Hayam wuruk yang merupakan istri dari Kuda Merta Sriwijayarajasa. Kuda Merta Sri Wijayarajasa ini yang  memutuskan mendirikan keraton baru yang bernama kedaton timur di daerah pamotan yang nantinya akan pindah ke Blambangan untuk menyusun kekuatan melengserkan kedaton Barat. Nah Wirabumi ini nantinya mempunyai istri namanya adalah Sri Nagarawardani yang merupakan adik dari Sri Wikramawardhana yang merupakan suami dari Dyah kusuma wardani putrid hayam Wuruk tadi. (Hayo sudah mulai ruwet kan?). Nah Dyah Kusuma Wardani dengan Wikramawardhana memiliki putri yang namanya dewi Suhita Kencana Wungu. Sedangkan Siapa Damarwulan? Ibunda Damarwulan adalah adik dari Wikramawardhana suami Dyah Kusuma Wardani. Sementara kakak lain dari ibundanya adalah Nagararawardhani yaitu istri dari Wirabumi yang dikemudian dicerita lain dikabarkan Arya Damar wulan mempersunting kencana wungu. Hadeeeh…kalo ga bikin pohon silsilah pasti bingung. Inilah fenomena menikah dengan kerabat dekat bikin pusing silsilahnya, selain itu kalau bicara masalah biologi secara genetis kurang baik pernikahan antar saudara karena dapat menyebabkan sifat2 yang resesif (tersembunyi ekspresinya) muncul pada keturunanya, kalau dilihat biasanya bangsawan, raja-raja atau putra mahkota dari berbagai Negara itu sering menderita penyakit aneh atau misterius hal itu bisa jadi karena pengaruh genetis, contohnya dalam buku ini disebutkan putra sulung dari Wikramawardhana memiliki penyakit misterius yang akhirnya meninggal diusia muda saat terjadi penyerangan Wirabumi dari blambangan ke Tumapel. Hal itu juga terjadi di kerajaan-kerjaan inggris, banyak anak dari para bangsawan meninggal  karena penyakit  hemophilia. Apa itu hemophilia? Browsing sendiri aja ya hehehe…Ok back to story
Dari isi bagus, karena memunculkan konflik politik, perebutan jabatan, akal licik dan juga  tentang sikap ksatria seorang Wirabumi yang dalam buku ini menjadi tokoh yang akan merebut kekuasaan Majapahit (bukan merebut sih sebenarnya menuntut haknya sebagai anak dari Hayam Wuruk). Pada intinya cerita ini dimulai dari salah paham antara Hayam Wuruk dan Wirabumi, kurang komunikasi, rasa gengsi yang terlalu tinggi, terlalu mengatasnamakan kehormatan dibumbui dengan pihak-pihak ketiga yang membuat tambah kisruhnya permasalahan untuk urusan pribadi dan jabatan  (Ternyata dari jaman dulu sudah ada ya yang seperti ini). Untuk ending hikz…saya digantung nih…belum ada penyelesaian sehingga saat saya membaca ending seakan akan saya merasa mau makan sebuah roti brownis kukus yang nyoklat banget dengan toping full keju tapi masih berada di estalase alias saya hanya bisa melihatnya ga bisa memakannya…menyebalkan kan? Penasaran kan? iyes…begitulah yang saya rasakan. Mungkin nih ya penulis ingin membuat sekuelnya atau memang kayak gitu tujuannya biar pembaca gemes biar pembaca memikirkan dan berimajinasi sendiri gimana endingnya. Fiuh….
Nah ada hal yang sedikit mengganjal dalam cerita ini yaitu terkait dengan julukan Bhre Whirabumi yaitu Menak Jingga, ini membuat saya menjadi bingung dengan cerita yang sudah familier ditelinga saya bahwa Menak Jingga adalah julukan dari Jaka Umbaran yang ingin mempersunting Dewi Kencana Wungu karena memenangkan sayembara untuk mengalahkan Kebo Marcuet yang memberontak. Kalau dalam cerita buku ini Minak Jingga (Wirabumi) adalah paman Kencana Wungu dan dia tidak punya keinginan untuk mempersunting keponakannya sendiri.  Saya sudah berusaha browsing tapi kelihatannya belum menemukan jawaban yang memuaskan. Yah sudahlah di ikhlaskan saja meski tetep penasaran kira-kira yang benar mana,  tapi over all saya cukup senang membaca buku tersebut untuk teman-teman yang menyukai cerita macam kerajaan kerajaan ini lumayan rekomended.
JUDUL                   : DAMARWULAN “Retaknya Mahkota Majapahit”
Pengarang          : Zhaenal Fanani
Penerbit              : Diva Press
Tahun                   : 2014
Ketebalan           : 335 halaman
Sumber foto blog : Google